Gabungan LSM Demo PN dan Kejaksaan Selong Tuntut Terdakwa Penganiayaan di Bebaskan

 


Lombok Timur, Hariannusra.com - Puluhan massa aksi yang berasal dari masyarakat Lendang Nangka Utara bersama gabungan LSM melakukan demonstrasi di depan gedung Pengadilan Selong dan Kejaksaan Negri Selong. 


Aksi tersebut digelar sebagai bentuk protes terhadap putusan PN Selong atas perkara pidana kasus penganiayaan anak yang terjadi pada bulan Agustus 2021 silam. 


Koordinator Umum Aksi, M Zaini dalam orasinya menyesalkan Pihak Kejaksaan Negeri Selong yang tidak mengupayakan restoratif justice dalam penyelesaian masalah itu.


"Tindak pidana ini terjadi bulan Agustus 2021. JPU menuntut 2 tahun tapi hakim memutus 1,6 tahun dan denda Rp 3 juta. Kenapa tidak ditempuh proses restoratif justice," katanya.


Ia menjelaskan, kasus dugaan penganiyaan itu terjadi lantaran kedua terpidana saat itu memperingatkan korban untuk tidak ngebut ketika mengendarai motor dikarenakan terdapat benang layangan yang terbentang di tengah jalan. Namun korban yang merasa dianiyaya melaporkan kepada pihak berwajib. 


"Pada waktu itu kedua terdakwa masih anak dibawah umur, Kenapa proses hukum berlanjut, bukan menempuh restoratif justice," Sesalnya.


Kepala Seksi Intelejen Kejari Lombok Timur, L. Moh Rasyidi saat menemui pendemo menjelaskan bahwa pihaknya tidak dapat melakukan upaya restoratif justice karena proses perdamaian kedua belah pihak dilakukan setelah proses persidangan. 


"Restoratif justice  tidak bisa kita simpulkan secara parsial. Kami tidak bisa mengupayakan itu karena restoratif justice dilakukan setelah persidangan berlangsung," jelasnya.


Rasyidi pun menyangkal jika kedua terdakwa masih berstatus  anak dibawah umur. Hal tersebut berdasarkan fakta saat proses penyidikan sampai dengan proses persidangan.


"Kami sudah klarifikasi ke jaksa yang menangani perkara, bahwa sesuai berkas, umur terdakwa waktu itu sudah dewasa bukan anak-anak. Tapi sebaliknya, korban masih berusia anak," paparnya.

Senada dengan Rasyidi, Kepala Seksi Pidana Umum, Ida Made Oka Wijaya yang juga turut menemui masa aksi mengatakan saat persidangan berlansung tidak ada proses perdamaian sehingga penanganan terus dilanjutkan hingga perkara tersebut berstatus inkrah. 


Ia melanjutkan, keterangan dari terdakwa yang bertele-tele saat persidangan juga menjadi dasar pengambilan keputusan oleh Jaksa. 


"JPU menuntut 2 tahun karena kedua terdakwa memberikan keterangan secara bertele-tele," jelasnya.

Masih lanjut Oka, karena proses hukum telah berkekuatan hukum tetap, maka untuk kepastian hukum, pihaknya harus tetap melaksanakan proses selanjutnya. 

Meski demikian Oka meminta kepada pihak terdakwa untuk melakukan upaya hukum luar biasa jika masih kurang puas dengan putusan Jaksa. 

"Ini sudah inkrah, bukan lagi banding, tapi harus menempuh upaya hukum luar biasa, yakni proses peninjuan kembali. Silahkan itu dilakukan untuk mendapatkan keadilan, sesuai keinginan kita bersama," tandasnya.


PT. Dafy Medi Nusra