Akademisi UGR Nilai Pemangkasan Gaji Guru Honorer Tidak Boleh Sembaranagan

Akademisi UGR, Karomi, M.Pd nilai pemangkasan gaji guru honorer tidak boleh sembarangan


Lombok Timur, Hariannusra.com  - Akademisi Universitas Gunung Rinjani (UGR) Lombok, Karomi, M.Pd, menilai pemangkasan gaji guru honorer tidak boleh sembarangan. 



Dugaan pemotongan gaji guru honorer Lombok Timur tersebut, berlansung selama 5 bulan, terhitung sejak Agustus hingga Desember 2023. 



Alasan dugaan pemotongan tersebut pun dianggap tidak jelas lantaran tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu. 



Karomi menilai, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) tidak boleh sembarang memangkas honor guru, sebab mereka sangat berjasa dalam mendidik anak bangsa. 



"Tidak boleh sembarang Kepala Dinas itu memangkas honor, kasihan tenaga pengajar di sekolah, karena ini kaitannya dengan kesejahteraan. Seharusnya bukan lagi pemangkasan melainkan penambahan gaji honorer mengingat jasa-jasa mereka," ujar Karomi kepada media ini, Jum'at 8 Desember 2023. 



"Syukur-syukur mereka mau mengajar anak bangsa ini, makanya negara ini harus berpikir bagaimana cara meningkatkan kesejahteraan bukan harus mendzolimi",  lanjutnya. 



Selain itu, ungkap Karomi, tugas dan fungsi serta kewenangan Kepala Daerah harus dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan para tenaga pendidik. 



"Artinya, sebagai kepala daerah tidak boleh hanya gagah-gagahan punya dedemplok, punya simbol-simbol pakaian yang mewah. Kepala daerah harus berpikir dari mana sumber pendapatan anggaran, bagaimana peningkatan sumber APBD dan sejenisnya," katanya. 



Karomi yang menjabat Direktur LPPM UGR ini, jangan sampai Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki tidak berdampak pada kesejahteraan masyarakat dan kesejahteraan wilayah. Sebab kita tahu sirkel pembangunan itu ada SDM dan SDA yang selalu bergantungan. 



"Kalau SDA saat ini seperti hasil perikanan, pertanian dan seterusnya melimpah tapi gaji guru miris tidak ada kesejahteraan, maka jangan berharap negara ini ada kemajuan," tegasnya



Akademisi muda ini mengibaratkan seorang guru sebagai akar dari pembangunan, yang harus selalu disiram dengan kesejahteraan. Bukan sebaliknya dizolimi dengan pemaksaan honor. 



"Guru itu adalah akar dari pembangunan itu sebenarnya, itulah pentingnya seorang guru. Kalau akarnya dicabut, tidak disiram dengan kesejahteraan, tidak diberikan ruang gerak pertumbuhan yang baik. Dan justru sebaliknya dizolimi dengan dipangkas kesejahteraannya, maka tidak akan tumbuh SDM yang sehat, cerdas dan berfikir tentang kemajuan," tegasnya (*)

PT. Dafy Medi Nusra