Kiprah dan Pemikiran Tuan Guru: Merefleksikan Pergerakan Pejuang Kebangsaan


Photo: Maulana Iwad Akbar

Mahasiswa Universitas Mataram 

HarianNusra.com Lombok Timur Opini- Tuan guru merupakan tokoh yang sangat sentral di tengah-tengah masyarakat, hal tersebut disebabkan karena tuan guru merupakan pewaris ilmu yang mempunyai tugas untuk menyampaikan syiar keagaman, menjadi tauladan, serta pembimbing bagi masyarakat untuk mengayomi umat islam dalam hal-hal keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Seperti yang kita ketahui, peran tuan guru bukan hanya sekedar untuk menjawab masalah-masalah spiritual yang ada didalam masyarakat, akan tetapi lebih dari itu, tuan guru juga diharapkan mampu menjadi tumpunan dan tolak ukur masyarakat, terlebih untuk menjawab semua tantangan yang muncul ditengah arus globalisasi di era sekarang ini.


Khususnya di Pulau Lombok, terdapat penghargaan yang mendalam terhadap individu yang dikenal sebagai tuan guru. Para tokoh ini memiliki tempat yang signifikan dalam struktur sosial dan spiritual masyarakat. Mereka dipandang sebagai cahaya penerang spiritual dan dicari untuk panduan, nasihat, dan arahan spiritual. Tuan guru sering dilihat sebagai tiang-tiang masyarakat, memberikan panduan berharga, serta menavigasi kompleksitas kehidupan sehari-hari. Terlebih untuk mengajarkan tentang bagaimana penerapan beragama dengan damai untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis antar sesama ummat beragama.


Pada kesempatan kali ini, saya hendak mengajak kita semua untuk kembali merefleksikan kiprah dan pemikiran para tuan guru kita, terkhusus dipulau Lombok kita tercinta ini. Barangkali kita bukanlah aktor dari banyaknya peristiwa penting dan bersejarah saat itu, namun tidak bisa dipungkiri, bahwa kita telah merasakan begitu banyak dampak dampak positif atas buah manis perjuangan para bapak tuan guru kita.


Sekarang negara kita tercinta sudah mengulang hari kemerdekaannya yang ke-79 tahun, usia yang bisa dikatakan sudah cukup tua, namun pernahkah kita berfikir, tentang bagaimana perjuangan para pendahulu kita pada masa itu. Kemerdekaan bangsa Indonesia dalam mengusir kaum imperialis (penjajah) dari tanah air Indonesia, tentu tidak lepas dari peran para tuan guru kita, para pendahulu kita, para santri dan tokoh-tokoh Islam bangsa kita. Banyak di antara mereka yang menjadi lini terdepan dalam memperjuangkan kemerdekaan, mereka rela mengorbankan harta, tenaga, serta jiwa mereka dalam berjuang. Bahkan tidak sedikit dari  mereka yang gugur sebagai seorang syuhada. 


Seperti halnya di tanah kelahiran kita, di Pulau Lombok tercinta ini. Tentunya semua itu tidak bisa lepas dari peran dan perjuangan sosok tuan guru kita, ulama kita, perintis pejuang kebangsaan Indonesia, Ninikda Al-Mukarram Bapak Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Beliau merupakan ulama karismatik sekaligus pendiri organisasi Islam terbesar di Pulau Lombok. Rekam jejak beliau tidak diragukan lagi, jika kita lihat dari perspektif sejarah,  beliau telah banyak sekali mengambil langkah penting, dan memberikan dampak yang besar untuk kemaslahatan umat khususnya di Pulau Lombok. 


Perhatian beliau kepada situasi Pulau Lombok, yang saat itu masih berjuang melawan para penjajah, mendorong beliau untuk mendirikan sebuah madrasah yang diberi nama dengan Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI). Pesantren dan madrasah yang beliau dirikan kemudian sangat kuat mengisyaratkan semangat jihad untuk ummat islam dan kebangkitan bangsa, dan tanah air. Tidak hanya sampai di sana, tujuh tahun kemudian tepatnya pada tanggal 21 April 1943, beliau kembali mengambil langkah yang sangat penting, yaitu dengan mendirikan madrasah perempuan pertama. Sekolah atau madrasah tersebut kemudian dinamakan dengan Nahdlatul Banat Diniyah Islamiya (NBDI). Langkah tersebut merupakan salah satu bentuk semangat juang, agar terciptanya kesetaraan dalam dunia pendidikan untuk kaum perempuan, sebagaimana kaum laki-laki juga bangkit untuk memajukan ummat, negeri dan tanah air kita tercinta ini.


Pada zaman penjajahan, Al-Mukarram Bapak Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga menjadikan madrasah NWDI dan NBDI sebagai pusat pergerakan kemerdekaan, tempat dimana beliau menggembleng dan mencetak patriot-patriot bangsa yang nantinya diharapkan bisa siap melawan dan mengusir para penjajah. Bahkan secara khusus, Al-Mukarram Bapak Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid bersama guru-guru Madrasah NWDI dan NBDI membentuk suatu gerakan yang diberi nama “Gerakan al-Mujahidin”. Gerakan al-Mujahidin ini kemudian mengambil langkah dan menyatakan sikap untuk ikut bergabung dengan gerakan-gerakan rakyat lainnya di Pulau Lombok, tujuannya untuk ikut bersama-sama membela dan mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan bangsa Indonesia.


Perjuangan beliau tentu tidaklah mudah, pada masa pendudukan militer Jepang, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid berkali-kali dipanggil untuk segera menutup dan membubarkan kedua madrasah tersebut. Alasannya, kedua madrasah ini digunakan sebagai tempat menyusun taktik dan strategi untuk menghadapi bangsa penjajah. Apalagi, kedua madrasah itu dianggap sebagai wadah yang berindikasi bangsa asing karena diajarkannya menggunakan bahasa Arab. Namun, berkat kecerdasannya, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid bisa meyakinkan pihak Jepang, sehingga kedua madrasah itu tidak jadi dibubarkan. Penjelasan Ninikda TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid di antaranya “Bahwa bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur'an, bahasa Islam, dan bahasa umat Islam, bahasa yang dipakai dalam melaksanakan ibadah. Ibadah umat Islam menjadi rusak kalau tidak menggunakan bahasa Arab,” ungkap Ninikda.


Melalui organisasi ini beliau memberikan pengaruh yang sangat besar terutama dalam perkembangan dunia pendidikan di Pulau Lombok. Kecerdasan beliau memang sudah tidak diragukan lagi, bahkan Bapak Maulana Syaikh TGKH. Zainuddin Abdul Madjid, dikenal sebagai ulama yang sangat produktif dalam melahirkan karya-karyanya, dari tangannyalah sudah banyak sekali karya yang terlahir. Selain kitab-kitab, beliau juga menulis lagu, dan juga buku, salah satu karyanya adalah buku yang berjudul Wasiat Renungan Masa I dan II. Buku tersebut berisi tentang pengalaman masa perjuangan sebelum dan sesudah merdeka. Bahkan di kutip dari salah satu video pada channel YouTube, dalam video tersebut kita mendengarkan suara pembukaan atau sambutan dari Bapak Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, dalam sambutannya beliau mengatakan, "Ada satu hal yang sangat menarik hati kami adalah, bahwa hizzib Nahdatul Wathan di pergunakan di Madrasah Al-Shaulatiyah Makkah Al-Mukarramah. Padahal di sana merupakan gudang hizzib, namun hizzib Nahdlatul Wathan masih mendapat tempat di sisi mereka, alasan mereka adalah bahwa hizzib Nahdlatul Wathan adalah hizzib yang sangat lengkap". Ungkap Ninikda dalam video sambutan tersebut.


Sebagian besar karya dari TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid ditulis dalam bentuk syair. Hal ini menunjukkan bahwa beliau memiliki kegemaran di dalam pelajaran syair yang ia peroleh dari guru-guru beliau di Madrasah Al-Shaulatiyah. Seperti yang sama-sama kita ketahui, bahwa madrasah Al-Shaulatiyah Makkah Al-Mukarramah merupakan tempat di mana para tokoh ulama Nusantara menimba ilmu. Diantara alumni dan santrinya adalah pendiri Ormas terbesar di Nusantara yakni K.H. Hasyim Asy’ary, beliau merupakan pendiri Nahdlatul Ulama, selanjutnya ada K.H. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah, dan yang terakhir Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Al-Anfanany, pendiri Organisasi Nahdlatul Wathan Lombok-NTB.


Namun tarikh akhir 1997 menjadi masa kelabu untuk Nusa Tenggara Barat. Tepatnya pada hari Selasa, 21 Oktober 1997 M / 18 Jumadil Akhir 1418 H. Dalam usianya yang ke 99 tahun menurut kalender Masehi, atau usia 102 tahun menurut Hijriah. Sang ulama karismatis, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, berpulang ke rahmatullah. TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, berpulang ke rahmatullah di kediaman beliau di Bermi, Pancor, Lombok Timur. Kepergian beliau meninggalkan kesedihan yang mendalam. Ucapan bela sungkawa berdatangan dari berbagai daerah, pelayat berdatangan membanjiri rumah duka. Terhitung kurang lebih 200 kali TGKH dishalatkan secara bergantian. Hari itu dimana bangsa Indonesia telah kehilangan putra terbaik sebagai pejuang pergerakan Pembangunan bangsa.


Ada warisan besar yang telah beliau tinggalkan untuk kita semua di antaranya, Do’a Hizzib Nahdatul Wathan, yang bahkan sampai sekarang masih bisa kita dengarkan diberbagai penjuru Pulau Lombok, ribuan ulama, puluhan ribu santri, dan sekitar seribu lebih kelembagaan Nahdlatul Wathan yang tersebar di seluruh Indonesia dan mancanegara. Bahkan sampai sekarang para santri-santri beliau masih tetap eksis mengajarkan ajaran Islam. Santri-santri beliaulah yang hingga saat ini tersebar bahkan sampai ke penjuru Pulau Lombok.

Tidak bisa di pungkiri, melalui organisasi yang telah beliau dirikan, memberikan pengaruh yang sangat besar terutama dalam perkembangan dunia pendidikan di Pulau Lombok. Beliau sangat berjasa dalam mengubah masyarakat NTB dari keyakinan semula yang mayoritas animisme, dan dinamisme menuju masyarakat NTB yang islami. Atas buah perjuangan para pendahulu kita, para tuan guru kitalah yang kemudian menjadikan Pulau Lombok sehingga dijuluki dengan Pulau Seribu Masjid. Karena hampir di seluruh kampung di Pulau Lombok pasti akan kita temukan masjid untuk tempat ibadah dan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan, baik itu yang berukuran kecil maupun besar.


Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, apakah generasi muda saat ini mulai menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap sejarah?, lebih-lebih dalam mempelajari perjuangan para pendahulunya? Menurut saya, sangat disayangkan ketika kita sebagai generasi muda kehilangan ruh dan akarnya. Tentu kita tidak akan menemukan pohon yang besar dan kuat menahan badai tanpa ditopang dengan akar yang kuat. Sebab tak ada manusia yang dapat dikatakan menyadari dirinya sendiri, jika dia tidak mengenal para pendahulunya atau para gurunya. Ketika seseorang tidak mengenal sejarah para pendahulunya, maka mereka akan mulai melupakan perjuangan dan pengorbanan mereka, kegemilangan-kegemilangan dan kemenangan-kemenangan mereka. Tidak bisa dipungkiri, bahkan bisa saja generasi kita kemudian kehilangan tokoh inspirasi dalam mewujudkan cita-cita mereka. 


Mempelajari sejarah memiliki peran yang sangat penting, pandangan seseorang tentu akan lebih menatap kedepan jika mereka mengenal sejarahnya. Sudah seharusnya para pemuda atau generasi bangsa kita memiliki rasa keingintahuan yang lebih dalam, tentang cita-cita para pejuang Islam dalam merebut kemerdekaan, semangat mereka dalam berdakwah dan proses panjang mereka dalam jihad. Oleh karenanya, pengajaran tentang pentingnya nila sejarah tidak boleh dipinggirkan dan ditiadakan. Sejarah para tuan guru, para pendahulu kita dalam berbagai peristiwa yang dilalui, harus diajarkan secara konfrhensif dengan pengajaran yang jujur, agar nilai-nilai sejarah tidak hilang begitu saja dan hilang termakan oleh zaman.


Terakhir, izinkan saya mengutip salah satu kutipan yang disampaikan oleh Ninikda Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid “Pulau sasak kecil sekali, tapi gunungnya besar dan tinggi. Kalau orang pandai mengkaji, pasti melihat seribu bukti.”


Kompak Bersatu dalam barisan, pesan Maulana diakhir hayatnya. Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar allahu akbar walilla hilham. 


Selamat dan Sukses Hultah Madrasah NWDI ke-89 dan Haul Al-Mughfullahu Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid ke-27.


Semoga dalam tulisan ini, membuat kita semakin sadar akan pentingnya menjaga dan mengamalkan nilai-nilai sejarah, terkhusus sejarah perjuangan para pendahulu kita, para tuan guru kita, syekh kita, dan para tokoh agama kita di dalam memperjuangkan kemaslahatan ummat khususnya di Pulau Lombok tercinta ini. Aamiin, aamiin, aamiin, ya rabbal alamin. (MIA).

PT. Dafy Medi Nusra