Ketua ALPA Lotim, Hadi Tamara |
Lombok Timur, Hariannusra.com - Aliansi Pemuda Aktivis (ALPA) Lombok Timur meminta Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) dicopot dari jabatannya karna diduga ikut terlibat politik praktis.
Ketua ALPA Lotim, Hadi Tamara mengatakan, Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan profesi bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang bekerja pada instansi pemerintah dilarang berpolitik.
Hadi menjelaskan, larangan ASN berpolitik, berkaitan dengan aturan netralitas ASN.
Baca Juga: Anak Nyaleg, Kadis Dikbud Lotim Diduga Manfaatkan Jabatannya Untuk Kampanye
"Artinya setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun", pungkasnya.
Sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) UU ASN, secara tegas menyebutkan pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
Sebab dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai.
Dalam hal ASN/PNS menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, ia diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana diatur dalam Pasal 87 ayat (4) huruf c UU ASN.
Hadi lanjut mejelaskan, perbuatan ASN yang membuat posting, comment, share, like, bergabung/follow dalam group/akun pemenangan calon presiden/wakil presiden/DPR/DPD/DPRD/gubernur/wakil gubernur/bupati/wakil bupati/wali kota/wakil wali kota, termasuk pelanggaran disiplin atas Pasal 9 ayat (2) UU ASN dan Pasal 5 huruf n angka 5 PP 94/2021.
Bagi PNS yang melanggar ketentuan larangan di atas, hukuman disiplin berat dijatuhkan yakni terdiri atas penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Masih kata Hadi, Selain pelanggaran disiplin, PNS juga dianggap melakukan pelanggaran kode etik pada Pasal 11 huruf c PP 42/2004 yaitu etika terhadap diri sendiri yang mencakup menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan.
"Sanksi atas pelanggaran kode etik tersebut adalah sanksi moral yang dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh pejabat pembina kepegawaian baik berupa pernyataan secara tertutup atau terbuka, Hal ini diatur dalam Pasal 15 PP 42/2004" ujarnya.
Selain itu, Ia juga menyebut, Bawaslu tidak berdaya karna dianggap himbauan larang ASN ikut berpolitik Tidak di tindak. (HN)