Suasana Ritual Bubur Beaq Di masigit Bengan Songak |
Lombok Timur, Hariannusra.com - Ritual Bubur beaq merupakan ritus yang rutin dilaksanakan masyarakat Desa Songak Kecamatan Sakra di Masigit (Masjid) Bengan Desa setempat secara turun-temurun.
Acara tersebut dilaksanakan oleh Lembaga Adat Darmajagat Desa songak setelah sebelumnya menggelar ritual Bubur Putiq.
Salah satu Tokoh Budaya Desa Songak, Murdiyah mengatakan ritus tersebut merupakan warisan nenek moyang yang lahir dari kisah perjalanan Nabi. Ritual ini dilaksanakan setiap bulan Safar pada tahun islam atau hijriyah.
Murdiyah mejelaskan asal-usul ritual tersebut dilaksanakan atas dasar keyakinan warga Desa Songak bahwa anak yang lahir pada bulan Safar akan dihantui rasa gundah, susah tidur, malas dan emosi yang tak terkontrol.
"Oleh sebab itu, ritual Bubur Beaq diadakan sebagai obat bagi yang lahir pada bulan itu. rasa pengah itu tak akan berakhir sebelum melaksanakan ritual tersebut" terang Murdiyah, (11/09/2022)
Adapun ritual dalam ritus ini berupa dzikir dan do'a dengan di lengkapi dengan sesangan berupa bubur merah serta air kembang setaman.
Sangan, dalam ritual ini berupa bubur berwarna merah yang terbuat dari beras, ketan, gula merah serta bahan lainnya ini merupakan hal yang wajib dalam ritual tersebut. Selain itu terdapat pula air dengan bunga setaman untuk diminum dan membasuh muka serta kepala.
Murdiah lanjut menceritakan, tradisi bubur beaq ini sempat hilang di masigit bengan. Ritual tersebut dilaksanakan hanya di rumah-rumah warga. Baru di tahun 2000 ritus tersebut dilaksanakan kembali ketempat semula.
"Dalam tradisi apa pun di Desa Songak, masjid tua menjadi titik sentral pelaksanaan ritual. Seperti maulid adat jleng minyak, Bejango, bubur Putiq, Bubur Beaq, neda, mangkat dan ritual yang lainnya" Ujarnya.
Sementara itu, Kasi Kebudayaan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lotim, Khaliqi mengatakan, sesuai dengan Undang-Unang Nomor 5 tahun 2017, terdapat sepuluh pokok objek kebudayaan, salah satunya seperti ritual Bubur Beaq ini.
Khaliqi mengapresiasi pelaksanaan kegiatan tersebut. Ritus tersebut merupakan bagian dari upaya menghargai tokoh masa lalu.
"Kita telah banyak kehilangan jati diri dan identitas, dan adat luhur yang seharusnya sudah bisa dijalankan sesungguhnya," Sesalnya.
Ia meyakini, Media sosial dan pergaulan merupakan penyebab hilangnya jati diri dan identitas. Oleh sebab itu hal tersebut harus diantispasi dengan menghidupkan kembali ritua-ritus sesuai karakter lokal Gumi Sasak.
"Jadi apa yang telah kita lakukan, yang sdang, maupun yang akan kita lakukan sudah diakui oleh Undang-Undang," terangnya
Menurut Khaliqi, bukti peninggalan sejarah serta ritus banyak dijumpai di Lombok Timur. Namun, karena kurangnya literasi berupa penulisan dan penceritaan , keberadaan hal tersebut kurang begitu diketahui seperti di daerah-daerah lain.
Ia meminta agar situs dan ritus desa setempat untuk segera di tulis agar keberadaannya diketahui publik. dalam hal ini Pemerintah Desa dirasa mempunyai peranan penting untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan tersebut.
"Karena bagaimana pun keinginan kalau tidak ada dukungan Pemdes tentu akan mengalami kesulitan, karena rekomundasi juru pelihara dari Pemdes," tutupnya.